Senin, 19 November 2012

salah kaprah : mie instan di takuti, mie lain di gemari

Pihak Kepolisian sekali lagi berhasil menggerebek pabrik mi yang beromzet besar dan sudah beroperasi puluhan tahun kedapatan menggunakan bahan pengawet formalin dan perwarna berbahaya dalam kandungan mi produksinya. Mungkin saja banyak industri rumahan lainnya harus lebih diawasi dan dimonitor ketat tentang penggunaan bahan pengawet berbahaya yang dapat menekan ongkos produksi tetapi sangat berbahaya bagi masyarakat. Faktanya, masyarakat justru tak pernah kawatir dengan bahaya yang mengancam ini. Tetapi uniknya, justru masyarakat sangat fobi dengan bahaya mi instan buatan pabrik ternama yang sudah dijamin keamanannya oleh BPOM.

Sampai saat ini, para orang tua bahkan sebagian dokter masih khawatir dan takut akan bahaya mi instan. Padahal berkali-kali BPOM mengatakan mi instan dijamin aman, pengawetnya aman dan tidak berbahaya dikonsumsi dalam jumlah tertentu atau kewajaran. Tetapi inilah keunikan klasik masyarakat Indonesia, masyarakat sangat fobi dengan mi instan kemasan yang sudah berstandar Internasional tetapi tidak khawatir dengan mi produksi lain berupa mi tradisonal dan mi kemasan “home product” lainnya yang masih tidak diketahui jenis dan jumlah bahan pengawetnya.

Makanan favorit masyarakat ini selalu saja setiap waktu dihantui ketakutan berlebihan. Bukan kali ini saja penggemar mi instant dicekam berita yang mengkhawatirkan. Meski berkali- kali badan POM menjelaskan bahwa mi instant aman, tetapi seperti sebelumnya berbagai berita yang tidak jelas tetap sering dituding bahwa mi instan mengandung lilin, menyebabkan operasi pemotongan usus dan berbagai hal menyeramkan lainnya. Anehnya, orangtua tampaknya tetap merasa aman dengan mi industri lain yang juga banyak dikonsumsi untuk rumah makan, restoran dan penjaja mi goreng keliling. Padahal produk mi instant diawasi ketat melalui standarisasi internasional yang ditetapkan Codex Alimentarius Commission (CAC), sedangkan produk lainnya tersebut belum tentu mengikuti standarisasi yang ketat.

Justru mi buatan “home industry” yang dijual di pinggir jalan, di pasar tradisional atau bahkan dijual di super market saat ini tidak ada yang tahu jumlah dan jenis bahan pengawetnya. Apakah berbhaya atau tidak ? Padahal faktanya sudah banyak dijumpai mi seringkali dicampur pengawet makanan yang berbahaya seperti borax atau formalin. Bahkan sudah sering disaksikan di media masa petugas kepolisian menggerebek “home Industri” pembuat mi yang menggunakan bahan berbahaya. Padahal pabrik tersebut sudah puluhan tahun beroperasi dan memproduksi sangat bannmyak mi yang dikonsumsi oleh banyak masyarakat tidak disadari. Belum lagi zat warna yang digunakan saat ini tidak ada yang mengetahui apakah jenisnya berbaya atau tidak. Justru zat warna yang kuning terang itu biasanya menggunaklan zat warna yang berbahaya. Sekali lagi, masyarakat tidak pernah trauma bahkan sangat lahap makan mi seperti itu, tetapi sebaliknya masyarakat sangat trauma dengan mi instan. Padahal mi instan tertentu yang sudah berstandar Internasional selalu menerapkan prinsip aman dalam berproduksi. Sehingga jelas tahu komposisi kandanungan bahan yang digunakan dan dijamin aman karena sudah diirekomendasikan oleh instansi tertentu yang berwenang dan kredibel.

Bahan pengawet

Sebenarnya penggunaan pengawet makanan dalam industri makanan adalah hal yang biasa. Dapat dikatakan hampir 90% industri makanan kemasan tidak terlepas dalam penggunaan bahan pengawet. Bahkan penggunaan bahan pengawet makanan berbagai industri makanan yang tidak mencantumkan label BPOM mungkin justru malah lebih menyeramkan. Tetapi, bila isu ini mengusik keamanan mi instan akan semakin menghebohkan karena mi instan adalah merupakan salah satu makanan instant yang paling banyak dikonsumsi.

Penggunaan mi instan pada usia anak cukup tinggi. Karena sekitar 30% anak usia di bawah 9 – 12 tahun mengalami gangguan mengunyah dan menelan. Pada kelompok anak seperti ini seringkali mengalami pilih-pilih makanan. Biasanya, anak- anak tidak menyukai makanan yang sulit dikunyah dan ditelan seperti makanan berserat keras seperti sayur, daging sapi dan nasi. Sebaliknya makanan yang tidak berserat seperti mi, telor, nugget , biskuit, krupuk dan makanan crispy lainnya lebih banyak digemari. Hal inilah tampaknya yang mendasari mengapa pada anak-anak lebih sering mengkonsumsi mi.

BPOM sudah mengumumkan bahwa memang mi instan di pasaran beberapa di antaranya memakai bahan pengawet methyl p- hydroxybenzoate dan benzoic acid. Sebenarnya bahan pengewet tersebut sebenarnya masih aman dan diperbolehkan digunakan dalam kadar tertentu. Dalam industri makanan modern saat ini, diperlukan penggunaan teknologi pengawetan pangan untuk membuat makanan menjadi tahan lama dan tetap berkualitas, Salah satu dari beberapa teknik pengawetan pangan adalah memberikan bahan tambahan pangan (BTP) untuk pengawetan, hal ini dilakukan dengan menambahkan suatu bahan kimia tertentu dengan jumlah tertentu yang diketahui memiliki efek mengawetkan dan aman untuk dikonsumsi manusia.

Jenis dan jumlah pengawet yang diijinkan untuk digunakan telah dikaji keamanannya. Indonesia menganut Standarisasi internasional yang ditetapkan Codex Alimentarius Commission (CAC). Forum CAC (Codex Alimentarius Commission) merupakan organisasi perumus standar internasional untuk bidang pangan. Berbagai produk dan industri makanan yang ada di Indonesia harus dibuat berdasarkan CAC.

Menurut Permenkes No.722/1988, bahan pengawet yang diizinkan digunakan dalam makanan dalam kadar tertentu adalah Asam Benzoat, Asam Propionat, Asam Sorbat, Belerang Dioksida, Metil p-Hidroksi Benzoat, Kalium Benzoat, Kalium Bisulfit, Kalium Meta Bisulfit, Kalium Nitrat, Kalium Nitrit, Kalium Propionat, Kalium Sorbat, Kalium Sulfit, Kalsium Benzoit, Kalsium Propionat, Kalsium Sorbat, Natrium Benzoat, Metil-p-hidroksi Benzoit, Natrium Bisulfit, Natrium Metabisulfit, Natrium Nitrat, Natrium Nitrit, Natrium Propionat, Natrium Sulfit, Nisin dan Propil-p-hidroksi-benzoit.

Salah satu bahan tambahan yang diatur adalah nipagin (methyl p-hydroxybenzoate) yang berfungsi sebagai pengawet dengan batas maksimum penggunaan. Selain Nipagin, ada beberapa jenis pengawet lain yang diizinkan BPOM untuk digunakan dalam mie instan misalnya asam benzoat dan propeonat. Methylparaben nama teknisnya methyl p-hydroxybenzoate (disebut juga methyl parahydroxybenzoate) juga terdapat dalam makanan instant dan makanan lainnya. Untuk makanan seperti mie instan, asalkan tidak melebihkan kadar maksimum yang ditentukan Badan POM, yakni 250 mg per kg.

Waspadai pada anak

Sebagai manusia modern di masa depan takkan pernah terlepas dari pengaruh bahan kimia yang merugikan bagi organisme hidup. Bahan kimia tersebut dalam jumlah dan jenis tertentu akan saling berinteraksi dengan suatu cara-cara tertentu untuk menimbulkan respon pada sistem biologi yang dapat menimbulkan kerusakan pada sistem biologi tersebut. Salah satu unsur toksikologi adalah agen-agen kimia atau fisika yang mampu menimbulkan respon pada sistem biologi. Selanjutnya, cara-cara pemaparan merupakan unsur lain yang turut menentukan timbulnya efek-efek yang tidak diinginkan ini. Tetapi mekanisme tubuh sudah demikian sempurna. Berbagai zat berbahaya tersebut dalam jumlah tertentu dapat dibuang ke luar tubuh manusia melalui organ hati sebagai alat detoksifikasi tubuh manusia.

Bahaya bahan paparan bahan makanan tersebut sangat tergantung dari jenis bahan, jumlah paparan dan kondisi setiap individu. Dalam jumlah tertentu dan bahan tertentu tubuh masih bisa mentolerir. Tetapi pertanyaannya, seberapa banyak jumlah tertentu tersebut aman dapat dikonsumsi. Hal ini sulit dijawab karena banyak faktor yang berpengaruh dan belum ada data ilmiah yang menunjukkan efek samping jangka panjang bahan pengawet tersebut. Sehingga rekomendasi untuk tidak mengkonsumsi mi instan berlebihanpun selalu dikemukakan. Hal ini wajar terjadi karena berbagai konsumsi makanan lainnya pun selalu ada batas toleransi jumlah yang harus dikonsumsi seperti alkohol, kopi, atau makanan tertentu lainnya. Dalam jumlah berlebihan makanan tertentu akan mengganggu tubuh manusia.

Kondisi tubuh setiap individu juga sangat berpengaruh. Pada manusia sehat pada umumnya mungkin zat pengawet tersebut tidak terlalu berdampak karena sistem tubuh yang baik dapat mengeliminasi dan mengeluarkan zat kimia tersebut dalam tubuh. Tetapi pada penderita tertentu khususnya usia anak, sistem tubuhnya tidak berjalan sempurna, sehingga zat kimia tersebut sulit dibuang dari tubuh dan akan tersimpan dan menganggu fungsi tubuh lainnya.

Hal ini harus diwaspai pada usia anak dengan gangguan saluran cerna seperti hipermeabilitas Intestinal atau dikenal dengan Leaky Gut Syndrome. Gangguan hipersensitifitas saluiran cerna ini biasanya terjadi pada penderita alergi makanan, seliak, intoleransi makanan, penderita Autism, ADHD dan berbagai penderita gangguan metabolisme lainnya. Pada gangguan hipersensitivitas saluran cerna tersebut terjadi ketidakmatangan saluran cerna. Pada penderita seperti ini sebaiknya lebih mewaspadai penggunaan bahan pengawet termasuk mi instan. Gejala gangguan hipersensitifitas saluran cerna yang harus diwaspadai adalah gangguan BAB berupa kesulitan atau sering buang air besar. Gejala saluran cerna lainnya adalah mudah muntah, nyeri perut, mulut berbau, sering kembung, sering buang angin, air liur berlebihan, lidah sering kotor dan putih dan berbagai gejala lainnya.

Berbagai berita yang menghebohkan tersebut sebenarnya bila dikaji dengan fakta ilmiah yang ada tidak seperti yang dikhawatirkan. Bahaya dan efek samping bagi tubuh akibat pengaruh methyl p-hydroxybenzoate dan benzoic acid bagi tubuh secara jangka panjang sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti. Beberapa opini yang menyebutkan bahwa mi instan menyebabkan pemotongan usus, penyebab kanker dan berbagai hal menyeramkan lainnya tersebut sampai sekarang juga masih belum ada bukti ilmiah yang menyebutkannya. Kalaupun opini tersebut muncul mungkin saja hanya berdasarkan hipotesa beberapa klinisi yang belum terbukti. Hanya terdapat laporan ilmiah bawa konsumsi berlebihan dapat mengganggu lambung. Fenomena ini juga terjadi pada fobia pada MSG (monosodium glutamate). Ternyata ketakutan pada MSG juga sampai 100 tahun penggunaannya di dunia hingga sekarang tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa MSG berbahaya bagi tubuh.

Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) menggolongkan methylparaben dalam kategori Generally Recognized as Safe (GRAS). Artinya, bahan kimia ini bisa dan aman untuk digunakan pada sebagian besar produk makanan. Sebagai pengawet makanan, methylparaben memiliki keunggulan dibanding pengawet lain yaitu lebih mudah larut air. Oleh karenanya, senyawa ini sering dipakai karena dinilai lebih aman saat terlibat kontak dengan cairan. Kelebihan lainnya, methylparaben tidak hanya mencegah pertumbuhan bakteri pada makanan instan dan awetan. Lebih dari itu, senyawa ini juga bisa membantu menjaga kestabilan rasa sehingga makanan dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Di dalam tubuh, senyawa ini juga relatif aman karena mudah dimetabolisme. Karena mudah diserap, baik melalui saluran pencernaan maupun kulit, senyawa ini juga lebih cepat dikeluarkan dari dalam tubuh.

Bahan pengawet berbahaya ini justru tampak lebih berisiko sering dijumpai pada mi buatan industri rumahan karena pengawasannya yang lemah dari pihak berwenang. Pengawet berbahaya seperti formalin yang mengancam di sekitar masyarakat justru kesannya sangat diabaikan. Jika kandungan formalin dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel, sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan kerusakan pada organ tubuh. Formalin merupakan zat yang bersifat karsinogenik atau bisa menyebabkan kanker. Beberapa penelitian terhadap tikus dan anjing pemberian formalin dalam dosis tertentu jangka panjang secara bermakna mengakibatkan kanker saluran cerna seperti adenocarcinoma pylorus, preneoplastic hyperplasia pylorus dan adenocarcinoma duodenum. Penelitian lainnya menyebutkan pengingkatan resiko kanker faring (tenggorokan), sinus dan cavum nasal (hidung) pada pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui hirupan.

Ciri mi yang berbahan pengawet berbahaya dan bahan pewarna berbahaya adalah biasanya mi tampak berwarna kuning terang, kenyal dan keras dan awet sampai beberapa hari. Sebakliknya mi yang tanpa bahan pengawet berbahaya biasanya justru warnanya tidak menarik, pucat, lembek dan lunak.

Bagaimana menyikapinya ?

Berbagai berita menghebohkan tersebut merupakan suatu peringatan bagi manusia modern bahwa ternyata banyak paparan bahan kimia di sekitar yang harus diwaspadai. Sebenarnya kewaspadaan ini justru bukan pada mi instan tetapi berbagai paparan bahan kimia lain yang lebih berbahaya dan tidak terlihat mengancam kita tanpa disadari yang justru terdapat pada mi home industri lainnya. Berbagai produk mi lain atau bahan makanan lain yang tidak masuk standar SNI justru harus menjadi perhatian masyarakat. Karena, kandungan jenis dan kadar pengawetnya justru tidak diketahui secara pasti.

Manusia modern tidak akan terlepas dari paparan bahan kimia tersebut dalam berbagai jenis makanannya. Selama jumlah dan jenis bahan kimia tersebut tidak berbahaya dan dapat ditoleransi oleh tubuh maka kekwatiran berlebihan tersebut seharusnya tidak terjadi. Meski data ilmiah belum ada bukti yang menunjukkan bahaya methyl p-hydroxybenzoate dan benzoic acid yang dikatakan aman tersebut bukan berarti tidak ada bahaya jangka panjang hanya belum diketahui. Karena keterbatasan data ilmiah tersebut maka sulit menentukan batasan dosis yang berbahaya yang boleh dikonsumsi bagi manusia.

Justru karena hal tersebut paling tidak masyarakat dapat menjadikan pelajaran dalam kasus ini. Bahwa meski bahaya yang mengancam tersebut masih belum kelihatan nyata secara fakta ilmiah tetapi perilaku konsumsi makanan dengan “back to nature” adalah paling aman dan ideal bagi kesehatan tubuh. Mi instan yang dikenal enak, praktis dan murah sulit untuk dilepaskan dari kebiasaan konsumsi anak-anak. Berdasarkan fakta ilmiah yang ada juga bukan berarti bahwa harus menghindari konsumsi mi instan. Karena sejauh ini masih belum ada bukti ilmiah bahaya pengawet tersebut dalam jangka panjang. Tetapi sebaiknya berbagai lembaga terkait seperti BPOM, lembaga konsumen atau institusi ilmiah untuk melakukan prioritas penelitian terhadap dampak mi instan bagi tubuh manusia baik jangka pendek maupun jangka panjang khususnya terhadap usia anak.

Sebaiknya orangtua harus sangat selektif dalam membeli makanan instan. Pembelian makanan instan sebaiknya harus dipilih yang mencantumkan label ijin BPOM. Dengan data tersebut pihak yang berwenang dalam hal ini BPOM dapat menentukan dengan pasti batas keamanan suatu bahan pengawet yang digunakan. Bila hal itu dilakukan maka anak-anak penggemar mi instan dapat melahap kenikmatan instan tanpa harus dihantui kecemasan pada orangtuanya. Meski pengawet dalam mi instan dalam jumlah tertentu aman, tetapi bila sering konsumsi dalam jumlah besar atau jangka panjang sebaiknya lebih sering tanpa memakai bumbu dalam mi tersebut. Karena justru pengawetnya ada pada bumbu yang terkandung bukan dalam bahan minya. Jadi sebaiknya orangtua memakai bumbu bawang merah, bawang putih dan garam. Jadi tampaknya kekhawatiran masyarakat selama ini yang salah alamat harusnya dapat dikoreksi dan lebih dicermati lagi.
(di kutip Wono-Sobo Blog dari detik.com )

2 komentar:

  1. Blogwalking, Kunjungin juga yah http://ariiff-rahman.blogspot.com

    BalasHapus