Kadang, terlihat lelah di wajahmu
Kadang, terlihat senyum di bibirmu
Kadang, terlihat marah di matamu
Ummi, oh aku sayang padamu,
Terlalu suit kata kata ku ucapkan untukmu
Ummi, hanya allah yang dapat membalas kebaikanmu
Sabar ya ummi, mudah mudahan surgalah tempatmu
Dari anakmu naura
(naura, 6 tahun, kelas 1 SD)
PUISI tersebut adalah milik naura. Usianya baru enam tahun. Masih duduk di kelas satu SD.kakak dari seorang bocah laki laki berusia empat tahun itu adalah gadis kecil yang dewasa dalam pandangan saya. Dalam usianya yang masih anak anak , dia telah melakukan banyak hal yang tidak di lakukan rekan rekan sebayanya. Ibundanya bukanlah wanita karier sebagaimana karir dalam persepsi banyak orang. Bahkan. Sang ibu keluar dari pekerjaan kantornya. Namun, ia berkarier dalam dakwah dan pendidikan anak sekolah. Pilihan itu, meski tidak lagi bekerja kantoran, membuatnya jadi harus sering meninggalkan kedua anaknya berdua saja. Tanpa pengasuh. tidak juga dengan bantuan keluarga karena ayah dan bunda naura berasal dari kota yang jauh dari tempat tinggal mereka saat ini. Sering di tinggalkan ibunya telah membuat Naura menjadi dewasa dan mandiri, setiap hari sang ibunda mendidiknya dengan catatan di kertas: ''makan siang ada di lemari'' '' selesai makan jangan lupa bobok siang dan belajar'' nanti kalau sudah jam 3 mandi aekalian mandikan adiknya ya!'' dengan itu semua dia belajar mandiri. Usianya baru enam tahun dan dia telah terampil mengurus diri dan adiknya.
Hal ini juga berlaku pada hasan dan azka, dua orang kakak beradik yang di tinggal ibunya bekerja. Karena tidak punya pengasuh, seduanya setiap pulang sekolah menghabiskan waktu berdua, hanya dalam pengawasan tetangga sebelah, ibu dari teman bermain mereka, pada awalnya, kesendirian ini membuat mereka tidak berani berdiam di rumah jika bundanya belum pulang, namun, lama-lama sang kakak beradaptasi dengan cepat dan terampil. Dia memimpin adiknya untuk makan dan tidur siang, bahkan kemudian memandikanya. Ketika sang bunda pulang, cowok kecil kelas dua SD itu dan adiknya telah rapi, Ya ibu dari dua orang kakak beradik ini adalah pegawai kantoran yang setiap hari harus meninggalkan mereka.
Bahkan mengingat masa lalu saya sendiri. Sifat kemandirian dan kepemimpinan yang lekat dalam diri saya kini lepas dari kondisi yang saya jalani ketika saya kecil. Saya sudah harus memasak dan berbenah rumah di usia saya yang kelas dua SD karena ibu saya bekerja menjadi buruh harian sejak saya berusia dua bulan.
Lebih banyak tinggal di rumah, mendampingi dan mendidik anak anak dalam usia SD apalagi balita barang kali merupakan kondisi ideal yang di anjurkan oleh agama dan pakar pendidikan anak. Juda di harapkan oleh hati terdalam ibu. Siapa yang tidak ingin? Namun realitas hidup sering kali berbeda. Dengan sebab utama membantu suami memenuhi kebutuhan rumah tangga atau menyumbangkan kapasitas diri untuk menjalankan tugas kekhilafahan manusia dan menyebar kebaikan bagi umat, seorang ibu sring kali harus keluar banyak keluar rumah dan meninggalkan anak anaknya.tentu saja , pada rentang tertentu hal ini akan menimbulkan rasa bersalah bagi sang bunda, dan juga konsekuensi kekurangan di beberapa sisi pengasuhan dan pendidikan anak. Kurang waktu bermain penuh kasih sayang bersama ibu, misalnya. Namun, di sisi lain hal ini memiliki banyak sekali keuntungan. Banyak fata menunjukkan bahwa anak anak yang selalu di dampingi ibunya tumbuh lebih matang secara emosi, dewasa dan mandiri di banding dengan mereka yang selalu di asisteni dan di temani ibunya dalam segala hal seperti naura, rahman, hasan dan azka yang mandiri di usia mereka yang masih sangat belia.
Oleh karena itu sesungguhnya berkarier di luar rumah bagi seorang ibu, tidak selayaknya selalu di sikapi negatif. Selama ini ibu selalu memahami dan menghayati bahwa ia dalam kondisi bagaimanapun , mesti menomorsatukan pendidikan dan pengasuhan anak. Selama sang bunda selalu memahami dan menghayati bahwa tusgad di luar rumah dan pendidikan anak adalah dua hal yang saling mendukung dan perlu di sinkronkan. Insya allah pendidikan dan pengasuhan anak masih dapat di optimalkan, selain itu di dapatkan pula pahala dan nilai tambah dari kedua rumahnya sang bunda.
Percayalah jika keluar rumahnya seorang ibu adalah untuk sebuah alasan yang benar, dapat di terima secara nurani dan orang dewasa ataupun anak anak. Sang ibu tidak akan kehilangan cinta, kepatuhan dan penghargaan dari anak anaknya, seperti naura yang tetap mencintai dan mengagumi, bahkan menghadiai dengan puisi yang indah . Seperti hasan yang menyambut ibunya dengan penuh suka cita, seperti saya yang selalu menatap penuh cinta dan kekaguman , atas keperkasaan yang tak lekang, ia tunjukkan sepanjang usia saya. Seperti banyak anak lain yang saya percaya, akan memahami, mencintai, dan mengagumi, perjuangan sang bunda.
(azimah rahayu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar